Pada masa-masa
terakhir kekuasaan Mataram, di Wilayah Priangan Barat lahir sebuah Wilayah
Politik baru yang bernama Padaleman Cianjur dengan pusat pemerintahan di
Cikundul. Sepeningal Dalem Pertama Aria Wira Tanu atau pada masa pemerintahan
Aria Wira Tanu II, Cianjur menjadi sebuah Kabupaten. Hal ini ditandai dengan
adanya pengakuan VOC terhadap keberadaan Aria Wira Tanu II sebagai Regent
(Bupati) Cianjur pada tahun 1691. Aria Wira Tanu II menjadi Bupati Cianjur
sampai tahun 1707. Aria Wiratanu II juga dapat dikatakan sebagai Bupati Cianjur
pertama yang mendapat pengakuan VOC.
Pada awal
berdirinya Ibukota Kabupaten Cianjur berada di Pamoyanan dan berlangsung
relatif singkat. Pada masa pemerintahan Aria Wira Tanu III yang menjabat
sebagai Bupati Cianjur dari tahun 1707-1726, Ibukota Kabupaten Cianjur pindah
ke kampung Cianjur. Melalui tangan Aria Wira Tanu III inilah, Kampung Cianjur
mengalami penataan sampai berhasil dikembangkan menjadi sebuah nagri yang layak
menyandang sebutan Ibukota Kabupaten.
Atas
perannya ini Aria Wira Tanu III dikenal sebagai pendiri Kabupaten Cianjur.
Keberhasilan lainnya adalah menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di
Wilayah Priangan. Atas keberhasilannya ini juga, VOC memberi hadiah dalam
bentuk Wilayah Politik kepada Bupati Cianjur ini. Hal ini terjadi untuk pertama
kalinya pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Swoll, yang memerintah
antara tahun 1713 sampai 1718. Daerah yang diberikan Van Swoll kepada Bupati
Cianjur adalah Distrik Jampang yang terletak dibagian Timur Cianjur
Selatan.
Saat itu
Distrik Jampang diperkirakan telah dihuni oleh 300 Kepala Keluarga
(huisgezinen). Pada masa Aria Wira Tanu IV memerintah antara tahun 1727–1761,
Cianjur mengalami perluasan kembali dengan masuknya Wilayah Cibalagung serta
Cikalong kedalam Wilayah Cianjur. Setelah kedatangan Daendels, Cianjur
setidaknya mengalami tiga kali penataan wilayah.
Selain
berupa penataan wilayah, pengaruh kehadiran Daendels di Cianjur juga dirasakan
dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti halnya jalan raya. Pada tahun
1808, dibangun sebuah Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang menghubungkan ujung
Barat dan ujung Timur Pulau Jawa. Dengan masuknya Cianjur sebagai wilayah yang
dilalui Jalan Raya Pos ini, maka untuk Jawa bagian Barat, pembangunan jalan ini
antara lain melalui Batavia-Buitenzorg-Puncak-Cianjur-Bandung-Sumedang.
Disamping jalan dibangun pula jembatan, salah satu diantaranya adalah jembatan
yang melintasi Sungai Cisokan. Beralihnya kekuasaan dari pemerintah Kolonial
Belanda kepada Inggris pada Tahun 1811, dalam waktu relatif singkat kembali
membawa pengaruh terhadap keberadaan Wilayah Cianjur.
Munculnya Cianjur sebagai sebuah Wilayah Politik memiliki keterkaitan erat
dengan terjadinya perpindahan kesatuan masyarakat atau cacah keturunan Aria
Wangsa Goparana dari daerah Sagaraherang ke wilayah-wilayah di sepanjang aliran
sungai yang ada di Cianjur seperti Cibalagung, Cirata dan Sungai Cijagang atau
Cikundul.
Sebagaimana penduduk Priangan lainnya, penduduk Cianjur memiliki latar belakang Etnis Sunda. Pada umumnya masyarakat Sunda memiliki mata pencaharian utama bertani. Ada tiga tanaman yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cianjur, yaitu kapas, tarum dan kopi.
Sejak dasawarsa pertama abad ke-19, Cianjur sudah tidak hanya didiami penduduk pribumi semata tetapi juga sudah didiami penduduk golongan lain. Khususnya golongan Eropa dan Cina yang secara tidak langsung memperlihatkan posisi penting di Cianjur secara ekonomis.
Disamping Padaleman Cikundul, saat itu di Cianjur dikenal beberapa padaleman lain, seperti Padaleman Cipamingkis, Cimapag, Cikalong, Cibalagung dan Cihea. Yaitu pada saat Cianjur dipimpin oleh Raden Aria Wira Tanu Datar IV yang terkenal sebagai Bupati yang taat dalam menjalankan agama. Bupati ini juga memiliki perhatian besar terhadap perkembangan seni budaya, khususnya seni bela diri Pencak Silat.
Penulis : Hendra Gumilar : 2013
Sumber : http://cianjur-bersemi.blogspot.com/p/sejarah-kota-cianjur.html
0 komentar:
Posting Komentar